catur, seringkali di pakai sebagai simbol politik. jika bidaknya tersusun lengkap pada posisi masing-masing, mungkin kita bisa melihatnya menyerupai sebuah formasi kerajaan/negara.
dan formasi yang tersusun itu memang sudah di rancang sangat solid. yg mana di depan terdapat barisan pion, di belakang adalah barisan kesatria. Tentu Sukar untuk menggulingkan Raja hanya dalam dua /3 langkah
jika bidak hitam ingin menggulingkan Raja putih, tentu harus dengan strategi, terorganisir dan juga perlu formasi yang solid pula.
bidak hitam yg mewakili kejahatan juga harus mempunyai sejumlah pasukan. dan juga satu yang bertindak sebagai pemimpin/raja.
dalam prosesnya, raja putih pada akhirnya berada dalam posisi sulit. terancam mati langkah, & kemudian skakmat.
bidak hitam lah yg kemudian menang, meski telah banyak jatuh korban.
dalam konteks negara. tentu sama halnya dg permainan catur, oleh karena nya untuk menggulingkan negara, di perlukan banyak SDM yg mengisi posnya masing-masing. pion/rakyat akan sulit mengkudeta presiden jika di belakang tidak ada perdana menteri. rakyat/pion seringkali di jadikan korban dalam hal ini. meski rakyat geraknya terbatas, tapi mampu dipromosikan menjadi perdana menteri.
Ini menunjukkan bahwa rakyat, meskipun memiliki peran yang terbatas, memiliki potensi untuk naik ke posisi yang lebih tinggi. Ini bisa diartikan sebagai “revolusi” atau “perubahan kepemimpinan” yang terjadi melalui perjuangan rakyat.
Catur ini hanyalah sebuah model sederhana. Politik dunia nyata jauh lebih kompleks dan penuh nuansa. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi dinamika politik, seperti ideologi, ekonomi, budaya, dan sejarah.
menteri, luncur, kuda, & benteng. memiliki aturan dalam cara pergerakan/manuver. & tak boleh tertukar. berbeda satu sama lain. begitu juga seharusnya dalam praktek berpolitik
petak petak dalam catur ada dua warna, hitam dan putih.
anggap saja petak hitam adalah jalan/jalur kejahatan. sedangkan yang putih jalan/jalur kebaikan. kedua warna petak itu mengisi ke semua bidang. jumlahnya pun sama. mereka bercampur hingga memperlihatkan visual yang berkelit berkelindan. tak dapat di pisah
dalam konteks kehidupan. petak petak dalam catur itu tak mampu di lihat oleh manusia secara jelas. bahkan meskipun bidak warna hitam yang menyimbolkan kejahatan pun pada suatu waktu dalam rencananya menggulingkan Raja terkadang perlu berjalan di atas petak petak putih. itu agak nya membingungkan
petak hitam dan putih dalam catur sebagai representasi jalan kejahatan dan kebaikan kedua warna itu bercampur dan berkelindan, tak terpisahkan. Ini mencerminkan kompleksitas kehidupan nyata, di mana kebaikan dan kejahatan sering kali bercampur aduk dan sulit dibedakan.
Sementara itu, menyinggung kebingungan yang muncul ketika “bidak hitam” (kejahatan) harus berjalan di atas petak putih (kebaikan) untuk mencapai tujuannya. Ini memang mencerminkan realitas yang rumit. Dalam kehidupan, orang yang melakukan hal-hal “jahat” pun terkadang perlu menggunakan “jalan kebaikan” sebagai kedok atau strategi untuk mencapai tujuannya. Mereka mungkin berpura-pura baik hati, dermawan, atau bahkan religius, untuk menutupi niat jahat mereka.
Ini membuat manusia sulit untuk membedakan mana yang benar-benar baik dan mana yang buruk. Manusia harus selalu waspada dan jeli dalam menilai setiap tindakan dan perilaku orang lain. Tidak semua yang terlihat baik itu benar-benar baik, dan tidak semua yang terlihat buruk itu benar-benar buruk.
Kesimpulannya, petak catur ini menunjukkan bahwa kehidupan tidak selalu hitam dan putih. Ada banyak nuansa abu-abu di antara keduanya. Manusia perlu memiliki kemampuan untuk melihat dan memahami kompleksitas ini agar tidak terjebak dalam penilaian yang terlalu sederhana dan dangkal.
Tetapi Apakah ini berarti bahwa garis batas antara kebaikan dan kejahatan benar-benar kabur?
petak catur itu menunjukkan bahwa garis batas antara kebaikan dan kejahatan tidak selalu jelas. Dalam kehidupan, kebaikan dan kejahatan sering kali bercampur aduk, dan sulit untuk menentukan mana yang benar-benar baik dan mana yang benar-benar buruk.
Ada beberapa hal yang membuat garis batas ini menjadi kabur:
– Niat: Seringkali, niat seseorang dalam melakukan suatu tindakan menjadi faktor utama dalam menentukan apakah itu baik atau buruk. Misalnya, mencuri makanan untuk bertahan hidup bisa dianggap sebagai kejahatan, tetapi jika dilakukan karena terpaksa dan tidak ada pilihan lain, niatnya mungkin tergolong baik.
– Konteks: Tindakan yang dianggap baik dalam satu konteks bisa dianggap buruk dalam konteks lain. Misalnya, menyerang musuh dalam perang bisa dianggap sebagai tindakan yang baik, tetapi menyerang orang yang tidak bersenjata bisa dianggap sebagai kejahatan.
– Persepsi: Kebaikan dan kejahatan juga dipengaruhi oleh persepsi dan nilai-nilai masing-masing individu. Apa yang dianggap baik oleh satu orang mungkin dianggap buruk oleh orang lain. Misalnya, mengonsumsi daging bisa dianggap baik oleh sebagian orang, tetapi dianggap buruk oleh sebagian orang lainnya yang vegetarian.
Catur, memang permainan yang penuh dengan strategi dan simbolisme. .
Pertanyaan tentang kaburnya batas antara kebaikan dan kejahatan, adalah pertanyaan mendasar yang sudah lama dipertanyakan manusia. Di kehidupan nyata, situasi seringkali tidak sejelas papan catur.
Mari kita renungkan mengenai relativitas
– Relativitas: Apakah kebaikan dan kejahatan adalah konsep absolut yang sama untuk semua orang? Mungkin ada perbedaan pandangan tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Contohnya, pemerintah yang berkuasa mungkin menganggap tindakan yang menentang mereka adalah kejahatan, sedangkan warga yang menentang itu menganggap itu adalah kebaikan.
Pancasila mengajarkan kita tentang nilai-nilai luhur seperti keadilan, kemanusiaan, dan persatuan. Nilai-nilai itu merupakan kompas bagi kita dalam memahami perbedaan antara baik dan buruk.
Namun, kita harus sadar bahwa kehidupan tidak selalu sesederhana papan catur. Keputusan yang kita ambil seringkali berada di persimpangan jalan, di antara petak putih dan petak hitam. Maka, kita perlu terus mencari kebenaran, berfikir kritis, dan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur Pancasila.
Semoga renungan ini memberikan sedikit pencerahan bagi kita dalam menavigasi kehidupan yang kompleks ini.
Kreator: Miftahudin